Mengenai Saya

Foto saya
an independent soul with hypnotic aura

Sabtu, 07 Januari 2012

Tak ada judulnya

Aku hanya diam dan memandang kumpulan foto-foto yang ada di ponsel bertuliskan Blackberry.
Ada beberapa pose laki-laki berkacamata di sana. Foto-foto tersebut diambil beberapa kali dengan waktu yang berbeda. Wajahnya tersenyum, menggambarkan keceriaan.  Ganteng.

Ini foto saat dia kerja, ini saat dia meeting, saat ia liburan dengan temannya, dan ini saat ia sedang di kamar. Banyak juga ternyata..” ucapku dalam hati.
Lalu sekarang, untuk apa foto-foto itu? Entah.. rasanya ingin ku hapus semua, namun satu yang kutakutkan. Takut kangen.  Ku urungkan dulu niatku itu.


****
Beberapa bulan telah ku lalui dengannya, bisa dikatakan kami dekat walaupun mata tak pernah saling memandang dan kulit tak pernah bersentuhan.

Aneh. Tentu saja, dengan alasan jarak dan kesibukan ia tidak pernah menemuiku. Sekali pun saat aku dan dia berada dalam kota yang sama.

Dulu ia pernah bilang akan menemaniku menonton film animasi mkhluk berwarna biru yang bernama Smurf, ia pernah juga berniat mengajakku makan siang bersama, dan segala macam rencananya yang tak kunjung direalisasikan. Beribu alasan dia kemukakan (tolong jangan bilang padanya jika sebenarnya aku tidak percaya). Di depannya aku pura-pura mengerti walau tanda tanya besar terpampang jelas di kepala. Sering kali aku pun berpura-pura percaya, walau sesekali aku tunjukkan kekesalanku. Bukan karena alasannya tidak masuk akal, namun perempuan dewasa macam aku pasti sangat paham jika selalu ada kata “sempat” dibalik kesibukan jika kita memang benar-benar menginginkannya, bukan?

Sering ia meminta maaf, meyakinkan aku jika kondisi memang tak memungkinkan kita untuk bertemu dan berkata jika nanti ia pasti akan menemuiku. Kata-katanya manis hingga aku percaya lagi.

Mm.. perasaan dulu dia deh yang pengen ketemu aku? Tapi kenapa sekarang aku seperti perempuan kesetanan begini sih?” batinku dalam hati.



Beberapa kali aku ingin memutuskan hubungan yang tak jelas ini. Tapi ketika ingin mencoba, hati kecil berkata “sabar dulu… mungkin saja dia tidak ingin terburu-buru”.  Terlebih lagi kamu pernah berkata begitu. Kamu pernah mengatakan jika kamu ingin menghabiskan waktu denganku agak lama, tak mau terburu-buru sehingga kita perlu mencari waktu luang dimana dua-duanya tidak memiliki janji dengan yang lain.
 Baiklah… aku bersabar lagi.



Beberapa perempuan membuatku cemburu, tak jarang itu membuatku kesal dan mogok bicara padamu. “Aku dan dia hanya sebatas teman, mereka bukan tipeku” begitu katamu. Sedikit curiga, namun aku mencoba percaya (lagi).
Kamu memang pernah menyebutkan beberapa kriteria perempuan idamanmu. Tinggi 165cm, berkulit putih, berambut ikal panjang, dan langsing. Setahuku mereka tidak sesuai dengan kriteria perempuan idamanmu dan yang membuat aku geer ada beberapa point yang mirip denganku, walaupun kamu tak pernah bicara secara pasti jika aku adalah tipemu.


Aku juga pernah  ngambek sama kamu, beberapa kali. Kamu mencoba menjelaskan sambil sesekali merayu dan aku selalu luluh. *Well, terkadang positif thinking dan bodoh itu beda tipis. SERIUS.*


Waktu terus berjalan.. terus berlalu, kita makin dekat. Komunikasi tak terputuskan, dari pagi, siang, malam kita selalu terhubung. Maafkan, aku memang perempuan yang cepat kangen. Ditambah dengan minimnya aktivitas yang aku lakukan saat itu, aku butuh teman.

Aku dan kamu beberapa kali bertengkar kecil, lalu baikan lagi. Sempat hilang kontak, lalu dekat lagi. Semakin vulgar. Hingga beberapa hari kebelakang sikapmu berubah. Tak sehangat dulu, lebih sering diam dan sedikit aneh. Menghilang dan tiba-tiba aku dapati kabar jika kamu ada di luar negri. Gilak!


****
Sekarang aku tahu mengapa kamu sulit untuk bertemu aku? Mengapa aku tidak boleh menyapamu di sosial media? Dan mengapa statusmu skype mu tak kunjung berubah.

Sekarang semuanya terjawab. Masa lalu yang sulit dilupakan membuatmu sulit melangkah. Bibirmu terbata mengungkapkan semua. Mungkin kamu takut aku marah. 

Sejujurnya saat itu aku tidak merasakan apa-apa. Aku tidak marah, tidak sedih dan tidak kecewa. Karena pada dasarnya aku ingin ketemu kamu bukan berharap apa-apa, aku hanya ingin menatapmu dari dekat. Itu saja.

Aku hanya ingin menatap mata bulat yang terkotak dalam frame hitam. Aku hanya ingin mendengar suara kaku yang biasa membangunkan aku untuk shalat malam. Aku hanya ingin melihat senyum yang pernah ku liat di video call. Aku hanya ingin menikmatinya secara NYATA. Itu saja.



Aku diam beberapa saat, mencoba mencerna kata-kata yang terucap dari bibir mungil itu. Ucapku terbata-bata sama sepertimu, rasanya sulit sekali mengeluarkan isi kepala. Aku dan kamu saling menatap lalu tersenyum. Kami sama-sama mengerti arti senyuman itu. Ikhlaskan apa yang kemarin telah terjadi, bukan begitu?


Pikiranku terus berputar, mencoba mengingat-ingat kembali apa yang pernah kita lalui kemarin dan berpuluh-puluh hari yang lalu. Beberapa pertanyaan masih bertebangan di kepala.Tanda tanya besar masih ada. 

Seingatku kamu pernah katakan jika aku harus tahu beberapa hal penting tentangmu, hingga nanti aku yang putuskan. Namun nyatanya kamu datang memaparkan kenyataan dan kamu telah mengambil keputusan sendiri. Ya.. kamu tahu apa yang kamu mau.
Pergi dari aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar